Sebagian mualaf memang bikin iri. Mereka datang belakangan, tapi totalitasnya pada Islam begitu tinggi.
.
Sebut saja misalnya Syaikh Yusuf Estes. Di agama lamanya, beliau adalah seorang pendakwah. Begitu memeluk Islam, ghirah dakwahnya tak berubah. Beliau serius menuntut ilmu dan berusaha menyelami imannya secara kafah. Mungkin, seperti itulah mestinya hijrah.
.
Syaikh Yusuf Estes merupakan salah satu dari sekian orang yang mendapat hidayah karena serius mencari. Bukan sekadar pindah agama karena iming-iming duniawi. Sebab, sebelum menjadi muslim, beliau hidup berkecukupan dan disegani. Bukan pula karena ingin menikahi gadis pujaan hati. Apalagi hanya karena sebungkus dua bungkus mie. .
.
Menyimak kisah pencariannya menjadi charger bagi diri. Kita yang sejak lahir tahu-tahu sudah muslim ini mungkin tak terlalu menyadari betapa kita sesungguhnya telah mendapat nikmat yang besar sekali. Mungkin karena tak perlu susah-susah mencari, kita cenderung menjadi abai. Menganggap agama tak lebih dari formalitas birokrasi. Bahkan beban yang selalu diratapi.
.
Syaikh Yusuf Estes hidup di Amerika. Kita tahu, liberalisme dan materialisme tumbuh subur di sana. Tapi, itu tak lantas membuatnya silau dan gelap mata. Beliau sungguh-sungguh mencari kebenaran hingga hidayah pun meneranginya.
.
Syaikh tidak berhenti sampai di situ. Beliau selami samudra ilmu. Kemudian aktif mendakwahkan tauhid yang diyakininya. Tak terhitung berapa banyak orang masuk Islam lewat ajakannya.
.
Bagaimana dengan kita? Semoga kita bukan termasuk orang yang durhaka. Konon punya Al Qur'an tapi jarang dibaca. Apalagi dipahami maknanya. Tahu-tahu berani mengkritisi isinya yang konon dianggap tak lagi relevan dengan perkembangan dunia. .
Comments
Post a Comment