Ads

Translate

Ads

Ads

Featured Post

Harga Paket Pernikahan Untuk Gedung Balai Sudirman

Image
Harga Paket Pernikahan Untuk Gedung Balai Sudirman Harga Paket Pernikahan Untuk Gedung  Balai Sudirman Rp. 220.000.000     PAKET WEDDING Untuk 600 Orang   A.  GEDUNG & SARANA FULL PAYMENT   B.  UNDANGAN 300 BUAH   C.  BUFFE UTAMA 500 Porsi 1.   Nasi Putih 2.   Nasi Goreng, Pilih : 3.   Hidangan Soup, Pilih : 4.   Hidangan Ayam, Pilih : 5.   Hidangan Daging, Pilih : 6.   Hidangan Ikan, Pilih : 7.   Hidangan Sayuran, Pilih : 8.   Kerupuk Udang 9.   Aneka Puding 3 Macam, Pilih : 10.    Aneka Snack 3 Macam, Pilih : 11.    Aneka Jus 2 Macam, Pilih : 12.    Aneka Buah 4 Macam 13.    Air Putih   D.  MAKANAN GUBUK : 1.   Siomay                          : 200 Porsi 2.   Empal Gentong            ...

Great Post

  • Jomblo Halu Kepengen Punya Istri
  • Gambar Komik Islami Cari Malam Lailatul Qadar
  • Baiat Pada Rasulullah
  • Gara-Gara Riba
  • Biografi Ja'far bin Muhammad Abu Ma'shar al-Balkhi

Search

Top 5

  • Binatang Buas Haram
  • Jangan Takut, Ada Allah
  • Neraka Untuk Wanita Ingkar
  • Kata Mutiara Di Pagi Hari
  • Silaunya Kilatan Pedang Dalam Perang Uhud

Ads

Share

Suamiku Paham Agama, Alhamdulillah

Dalam berumah tangga, seorang suami memiliki kewajiban-kewajiban yang harus dia tunaikan kepada istrinya. Kewajiban tersebut tidak hanya berkaitan dengan nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), sebagaimana yang disangka oleh sebagian (atau banyak) suami. Akan tetapi, terdapat kewajiban penting yang banyak dilalaikan oleh para suami, yaitu mendidik dan mengajarkan perkara atau kewajiban-kewajiban dalam agama kepada istrinya.




Syaikh Musthafa Al-‘Adawi hafidzahullahu Ta’ala berkata, “Seorang suami hendaknya mendidik (mengajarkan) istrinya hal-hal yang bermanfaat untuk perkara agama dan dunianya.” (Fiqh Ta’aamul baina Az-Zaujain, hal. 10)

Kemudian beliau berdalil dengan firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu (dan anakmu) dan istrimu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka. Dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahriim [66]: 6)

Begitu pula pesan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Malik bin Huwairits radhiyallahu ‘anhu, setelah Malik dan rombongannya datang ke Madinah untuk khusus belajar agama kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama kurang lebih dua puluh hari. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada Malik bin Huwairits ketika mau pulang ke kampung asalnya,

ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ، فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ

“Kembalilah ke istrimu, tinggallah di tengah-tengah mereka, ajarkanlah mereka, dan perintahkanlah mereka.” (HR. Bukhari no. 631, 7246, dan Muslim no. 674)

Perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَعَلِّمُوهُمْ

“Ajarkanlah mereka”; berkaitan dengan pengajaran (agama) secara teoritis. Istri dididik dan diajarkan tentang kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan perkara agama, misalnya perkara shalat, menutup aurat, adab berbicara dan keluar rumah, mendidik anak sesuai syariat, dan perkara-perkara agama yang lainnya.



Juga mengajarkan kepada istri tentang haidh dan nifas, karena banyaknya kewajiban agama yang berkaitan dengan perkara ini. Seorang suami hendaknya bisa mengajarkan dan memberi tahu istrinya, apakah ini darah haidh, ataukah darah istihadhah (darah penyakit), sehingga istri mengetahui kapan shalat dan kapan tidak shalat.

Sedangkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَمُرُوهُمْ

“Perintahkanlah mereka”; ini lebih berkaitan dengan praktek (pengamalan) di dunia nyata. Karena tidak semua istri yang sudah diajarkan secara teoritis kemudian mengamalkannya. Sehingga menjadi kewajiban suami adalah mengingatkan, menegur dan memerintahkan istri ketika dia jumpai istrinya lalai dalam melaksanakan perkara-perkara yang wajib baginya.

Syaikh ‘Abdul ‘Adzim Al-Badawi hafidzhahullahu Ta’ala berkata,

“Di antara hak istri yang menjadi kewajiban suami adalah suami memerintahkan istri untuk menegakkan agamanya dan menjaga shalatnya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا

“Dan perintahkanlah kepada istrimu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (QS. Thaaha [20]: 132)” (Al-Wajiiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz, hal. 356)


Peran suami adalah sebagai pendidik dalam keluarganya. Fungsi sebagai pendidik dalam keluarga ini tidaklah bisa berjalan sebagaimana mestinya kalau suami suka atau hobi “keluyuran” ke luar rumah, meninggalkan anak dan istri tanpa ada kebutuhan yang mendesak. Misalnya, suami yang hobi naik gunung sampai berhari-hari, traveling (hanya sekedar jalan-jalan tanpa ada keperluan khusus), atau hobi-hobi yang lain sehingga suami banyak meninggalkan anak dan istri di rumah dan tidak mengawasi mereka secara langsung.

Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan,

فَأَقِيمُوا فِيهِمْ

“Tinggallah di tengah-tengah mereka.”

Jika suami tidak mampu mengajarkan perkara agama kepada istri
Jika suami tidak mampu mengajarkan agama kepada istri, maka kewajiban suami adalah mencarikan seseorang (misalnya, ustadz atau ustadzah) yang bisa mengajarkan perkara agama kepada istrinya. Atau suami mengizinkan istrinya untuk menghadiri majelis ilmu (pengajian) sehingga istri bisa belajar perkara agamanya. Dan jika ada kebutuhan mendesak untuk meminta fatwa berkaitan dengan kejadian yang dialami istri (misalnya, apakah darah yang keluar adalah darah haidh ataukah bukan), maka kewajiban suami adalah menanyakan kepada orang yang berilmu tentangnya.




Syaikh ‘Abdul ‘Adzim Al-Badawi hafidzhahullahu Ta’ala berkata,

“Hak istri yang menjadi kewajiban suami adalah suami mengajarkan istri mengajarkan perkara-perkara dharuri (yang wajib diketahui) berkaitan dengan perkara agama, atau suami mengijinkan istri untuk menghadiri majelis ilmu. Karena kebutuhan istri untuk memperbaiki agamanya dan membersihkan (menyucikan) jiwanya tidaklah lebih remeh dibandingkan kebutuhan istri terhadap makanan dan minuman yang wajib dipenuhi oleh suami. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu (dan anakmu) dan istrimu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahriim [66]: 6)

Istri termasuk dalam cakupan kata “ahlun” (dalam ayat di atas). Sehingga suami wajib menjaga istri dari api neraka dengan iman dan amal shalih. Sedangkan amal shalih itu harus dengan bekal ilmu dan ma’rifat (pengetahuan), sehingga memungkinkan bagi istri untuk menunaikan dan melaksanakannya sesuai dengan apa yang dituntut oleh syariat.” (Al-Wajiiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz, hal. 356)



Comments

Full

  • Larangan Nabi Untuk Mohon Ampunan Pada Kerabat
  • Kisah Kesabaran Dalam Mempertahankan Iman
  • Tafsir Surat Al-Maun Dan Terjemahan
  • Harus Membiasakan Mengucapkan Salam
  • Rambut Rasul

Ads

Search

Ads

Ads

Trending

  • Jangan Menjadi Pezina
  • Larangan Nabi Untuk Mohon Ampunan Pada Kerabat
  • Sumpah Yang Dikecualikan
  • Tanda Kiamat Matahari Terbit Dari Barat
  • Rasulullah Mengobati Orang Pikun

Ads

Labels

Show more

Ads

Visitor

198144

Online